Surjan
menurut makalah yang diterbitkan oleh Tepas Dwarapura Keraton
Yogyakarta berasal dari istilah siro + jan yang berarti pelita atau yang
memberi terang. Pakaian (baju) surjan ini menurut makalah ini berasal
dari zaman Mataram Islam awal. Surjan juga disebut pakaian “takwa”. Oleh
karena itu di dalam pakaian itu terkandung makna-makna filosofi yang
cukup dalam, di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing 3
pasang (6 biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman.
Rukun iman tersebut adalah iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman
kepada kitab-kitab, iman kepada utusan Allah, iman kepada hari kiamat,
iman kepada takdir.
Selain
itu surjan juga memiliki dua buah kancing di bagian dada sebelah kiri
dan kanan. Hal itu adalah simbol dua kalimat syahadat yang berbunyi,
Ashaduallaillahaillalah dan Waashaduanna Muhammada rasulullah.
Ada
pula tiga buah kancing di dalam (bagian dada dekat perut) yang letaknya
tertutup (tidak kelihatan) dari luar yang menggambarkan tiga macam
nafsu manusia yang harus diredam/dikendalikan/ditutup. Nafsu-nafsu
tersebut adalah nafsu bahimah (hewani), nafsu lauwamah (nafsu makan dan
minum), dan nafsu syaitoniah (nafsu setan).
Jadi
jenis pakaian atau baju ini bukan sekadar untuk fashion dan menutupi
anggota tubuh supaya tidak kedinginan dan kepanasan serta untuk
kepantasan saja, namun di dalamnya memang terkandung makna filosofi yang
dalam. Pakaian takwa ini di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta hanya
diperkenankan dipakai oleh raja (sultan) dan para pangeran putra raja
saja.
Selain itu, ada pula pakaian takwa yang dikhususkan
untuk putri yang biasanya dikenakan oleh abdi dalem putri, para penabuh
gamelan (wiyaga), dan para sinden serta abdi keparak sesuai dengan
perintah dan tatacara yang diperkenankan oleh keraton. Baju takwa untuk
putri ini berwarna hitam dan sering disebut sebagai “ageman janggan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar